Jumat, 04 November 2011

cerpen persahabatan "ku lihat, kau rasa, kita ceritakan pada dunia"


Senja sore menyapa ramah sore itu, kicauan-kicauan burung menyemarakkan keheningan di sana, angin-angin bersepoi riuh kian kemari, terasa dibadanku satu dua helai daun berguguran dari tempatnya, sungguh indah ku rasakan suasana disana. Ku berdiri sembari tersenyum simpul, ku dapat merasakan dinginnya sepoi angin, mendengar merdunya kicauan burung, dan hangat nya sinaran senja, namun satu yang ku sedihkan, ku tak pernah tau indahnya pemandangan yang tengah kurasakan sekarang.
Perlahan-lahan ku berjalan merayap, tongkat di jemariku menari kian kemari di atas rerumputan hijau, setia menuntunku sedari kecil. Pipit, begitulah kalian bisa menyapaku, aku seorang gadis belia yang telah ditakdirkan tuk tak bsa mengecap manisnya panorama dunia sejak kecil, bukan hanya itu, aku juga ditakdirkan tuk hidup sebatang kara, ayah dan ibu ku telah tiada saat aku berusia 2 tahun, kini, aku merasa benar" hampa dan kesepian.
Aku terus berjalan tanpa henti, entah itu siang entah itu malam, ku tetap berjalan menelusuri realita hidup mencari kepingan" kebahagian.
"Apa yang tengah ku cari kini?" Pikir batin ku putus asa.
Tiba-tiba, tanpa ku sadari sebuah tangan meraih tanganku dan mengenggam ku erat, aku yang tak tau itu siapa hanya dapat ketakutan sembari berupaya melepas genggaman itu.
"Siapa kamu?" Ujar ku tertahan.
"..." Tak bergeming.
Aku semakin ketakutan, tak terasa kerah baju ku telah basah oleh keringat yang mengalir perlahan, ku rasakan hembusan nafasnya, sungguh dekat dengan ku, jantung ku berdetak tak karuan saat genggamannya semakin menguat, pikiran ku berkecamuk entah kemana.
"Siapa kamu?" Tanya ku sekali lagi.
Namun, tetap tak bergeming.
"Kamu siapa?" Ujarku serak, kini air mataku tak dapat terbendungi lagi, berharap tau siapa yang menggenggam erat tanganku.
Sia-sia, sesosok itu tetap diam seribu kata, nafasku tertahan, sesak, kini aku merasakan tengah berada di dalam sumur yang paling dalam, tak tau harus bertindak apa, kaki ku tak kuat lagi menopang tubuh ku, serasa ingin jatuh, samar" aku mendengar sebuah bisikan sebuah nama di telinga ku, kelabu, dan sedetik kemudian aku tak dapat ingat apa" lagi.
****
Kokokan ayam terdengar nyaring di telinga ku, azan subuh sayup" berkumandang menyadarkanku. Ku raba benda di sekeliling ku, terasa asing benda" itu di tangan ini.
Kreeek, terdengar bunyi pintu terdorong, menandakan seseorang masuk ke dalam ruangan yang kini ku berada, jantungku mulai berdetak tak menentu lagi, nafas ku tersengal-sengal, perlahan aku meraih tongkat ku.
"Pit" seru sesosok yang entah bagaimana rupanya.
"Siapa kamu? Dan dimana aku sekarang?" Ujar ku seraya mencari keberadaan suara itu.
Dingin, tiba-tiba aku merasakan sebuah telapak tangan yang dingin menyentuh tangan ku dan menggenggam ku lagi.
"Tak usah takut kawan!" Hibur suara itu
"Siapa kamu? Dan mau apa kamu dg aku,?" Tanya ku.
"Tak ingat kah kamu dengan suara ku?" Ujar nya, kini aku merasa dia telah duduk tepat disebelahku.
Termenung, sejenak aku mendengar suara nya, benar suara itu tak asing di telinga ini, walau pun aku tak bsa mengingat siapa pemilik suara bening itu.
"Tak ingat kah dulu kamu dengan suara ku ini,? Di saat aku teriak ketakutan, kamu datang" ujarnya mengingat ku.
Ucapannya seakan menjadi mantra buatku, kini ingatan ku akan suara itu semakin jelas. Ya, bukan hanya semakin jelas, tapi sudah benar-benar jelas. Seakan klise yang berputar, aku teringat akan beberapa malam yang silam.
Malam dingin yang mencekam, aku berjalan masih tetap setia ditemani oleh tongkat ku, rerintikan hujan perlahan mulai membasahi ku, dingin menusuk namun tak ku hirau kan, aku tetap berjalan menyusuri kegelapan tak berujung itu.
Tok, tok, tok, aku hanya mendengar ketukan berirama tongkat ku melenyapkan keheningan di lorong jalan itu, ku raba dinding" lorong yang lembab, bau tak sedap tercium menyengat hidung ini, pikiran ku melayang entah kemana, berpikir hendak kemana langkah ini ku daratkan, melamun akan indah nya dunia yg tak sempat ku rasakan.
Dari kejauhan samar" aku mendengar sesuatu, ku coba berjalan menuju suara itu, sebuah isak tangisan dan jeritan semakin jelas mengiang di telinga.
"Toloong, toloong" jerit seseorang gadis
"Halo, ada orang disana,?" Tanyaku.
"Tolong, hiks, jangan ganggu aku mohon, apa yang kau ingin kan dariku?" jeritan itu semakin menjadi-jadi
"Kau mau tau apa mau ku?" Ujar sebuah suara lain, suara berat seseorang yang terdengar bengis dan kasar "aku cuma ingin kemolekan tubuh mu saja"
"Jangan, ku mohon jangan. Tolong"
"Percuma kau teriak gadis muda, tak kan ada seorang pun yang akan mendengar teriakan mu itu"
"Kumohon jangan ganggu aku, akan ku serah kan semua hartaku"
Aku terdiam mendengar percakapan mereka, rasanya ingin ku tolong gadis itu, tapi,? Aku tak bisa apa-apa, aku hanya gadis buta. Ku coba meraba-raba di sekeliling, terasa oleh ku sebuah benda besi, terbesit sejenak ide di otak ku, dengan senyum simpul tiba-tiba aku berteriak sembari memukul benda itu dengan tongkat ku.
"Polisi, polisi, polisi, tolong ada kejahatan disana pak polisi" teriak ku, ku hentakan kaki ku agar menghasilkan sebuah langkah" berat.
"Apa polisi,? Sial, cuih" ludah si pemilik suara berat itu "hari ini kau beruntung gadis muda"
Lelaki itu berlari menjauhi gadis muda yang menangis itu, suara kaki nya semakin lama semakin menghilang, dan dalam hitungan detik, tak terdengar lagi oleh ku langkah kaki nya, perlahan ku keluar dari persembunyian ku, masih terdengar olehku isak tangisnya.
"Kamu tidak apa"?" Tanyaku.
"Terimakasih telah menyelamatkanku" ujar gadis itu.
Aku tersenyum,"tidak masalah, hm, pergilah pulang, sampai jumpa" ujarku berjalan menjauhinya.
"Siapa namamu?" Panggil nya.
"Pipit" ujar ku sepatah kata dan pergi meninggalkannya seorang diri yang masih
terisak menangis menatap kepergianku.
"Pit, masih ingat?" Suara itu kembali hadir membuyarkan ingatan ku akan malam itu.
"Kamu, gadis yang ku jumpai di tengah lorong malam itu?" Tanyaku ingin kepastian.
Di raihnya tubuh ku, di peluk nya, "ya, itu aku, masih ingat rupanya. Malam itu kamu pergi begitu saja tanpa sempat ku membalas kebaikanmu, dan sejak malam itu aku
berusaha mencari mu"
"Tapi, bagiku ucapan terimakasih itu telah cukup" ujar ku
"Tidak, bagiku itu saja tidak cukup, aku senang dapat menemukan mu pit, nama ku kelabu"
"Kelabu,," bisik batin ku
"Pipit, mau kah kamu tinggal bersama ku dan menjadi sahabatku?"
"Tapi,," ujar ku bimbang
"Ku mohon pit, usaikan lah kehidupan mu yg tak menentu itu, hentikan lah langkah kaki mu itu mencari apa yang selama ini tak tau apa yang kamu cari, ku mohon tinggal lah bersama ku, aku ingin kamu jadi sahabatku" ujar nya memohon.
Aku tetap diam, aku kini bingung tuk menerima ajakan gadis yang hanya ku temui beberapa malam lalu, di saat pertemuan tak terduga itu. Aku senang dengan ajakannya, namun aku takut merepotkannya.
"Pit, kumohon! Aku ingin menjadi mata mu, ku ingin berada didekat mu, hanya itu yang dapat ku lakukan tuk menembus kebaikanmu itu. Ku lihat, kau rasa, kita ceritakan pada dunia"
"Kelabu" ujar ku, air mataku mengalir jatuh perlahan kepipi mendengar kalimat terakhirnya "terimakasih, kamu sungguh baik sekali, aku mau jadi sahabat mu dan tinggal bersama mu"
Kelabu pun kembali memelukku, ku rasakan kehangatan kasih sayang yang telah lama aku inginkan, kini aku telah mendapat kan apa yang aku cari selama ini. Air mata ku tak henti-hentinya mengalir.
"Ku lihat, kau rasa, kita ceritakan pada dunia" ujar kelabu kembali "aku janji itu"
Aku tersenyum bahagia mendengar ucapannya itu, ku erat kan pelukan ku, aku benar-benar bahagia saat ini, tak bisa ku lukis kan dengan kata-kata, ku hanya dapat tersenyum dan tiada henti tersenyum, kini, di balik kegelapan yang menerpa ku, ku temukan setitik cahaya yang mampu menerangi hidupku.
"Terima kasih ya Allah, terima kasih kelabu, sahabatku"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar