Siang ini tak seperti biasanya,
sembari berdiri di pojok kelas menunggu kedatangan Daman ojek baruku, kutatap
syahdu langit nan kelam, merasakan angin bersepoi riuh memainkan jilbab yang
kini kupakai, awan putih berangsur-angsur menjadi padatan hitam memenuhi jagat
raya, setitik demi setitik pun hujan turun dari padatan hitam itu membasahi
bumi.
“Prita”
Terdengar
olehku suara seseorang memanggil, kupalingkan tatapanku untuk mencari-cari
suara yang nyaring itu. Terlihat denganku dari kejauhan sebuah senyuman menyapa
ramah ke arahku, dan datang tepat dihadapanku. Dengan hati setengah kesal aku
menatap Daman yang masih tersenyum.
“Apa
senyum-senyum?” Tanyaku.
“Galak
amat mok, sorry ya tadi ada keperluan pramuka bentar dengan Rika” Jelas Daman
yang bagiku itu tidak penting.
Dengan
membentuk mulut bulat aku hanya ber-oh ria menanggapi penjelasannya. Kini ku
tampung hujan yang turun perlahan dengan tanganku tanpa menghiraukan Daman yang
masih saja tersenyum.
“Gimana
nih? Masih mau dianterin pulang?” Tanya Daman.
“Iya
dong, kan hukumannya belum selesai, ingat empat hari lho”
“Iya-iya
tahu. Jadi gimana? Pulang sekarang kita mok?”
“Ye,
hujan gini ngajakin pulang, bisa gak sekolah besok”
“Gerimis
juga” Celetuk Daman.
Hening,
suasana kembali hening. Tak ada lagi percakapan antara aku dan Daman. Kami
tetap saja terdiam menunggu hujan yang reda, walaupun aku sempat risih dengan
keadaan ini. Sampai akhirnya hujan reda juga.
“Udah
reda nih, pulang yuk” Ajakku memecah keheningan.
Dengan
sumringahnya, dia mengangguk kepadaku dan mempersilahkanku menaiki motor merah
kesayangannya bak pangeran mempersilahkan menunggangi kuda hitam nan gagah
berani. Aku hanya tersenyum melihat tingkah Daman, jujur dia memang asyik
anaknya walaupun terkadang ngeselin. Lambat laun motor yang kami tumpangi pun
berjalan menyelusuri jalan-jalan yang sepi, masih dirintik oleh titik-titik
hujan.
“Kelihatannya
aku mulai menyukai ini” Ujar batinku tanpa sengaja tersenyum.
“Kenapa
senyum Ta? Romantis ya?” Goda Daman yang membuatku terkejut.
“Apanya
yang romantis? Biasa aja kali Man. Geer amat sih jadi umat” Ledekku.
“Wajib
kali ,mok geer tu, hahaha”
Tawa
Daman renyah yang bergema di sepanjang jalanan, sementara aku hanya tersenyum
mendengar tawanya yang renyah. Hari itu aku benar-benar hanyut dalam candaan
dan keanehan tingkah lakunya yang membuat aku tenang dan senang. Kusadari dia
tak hanya mampu membuatku jengkel.
****
Hari-hari
berlalu begitu saja, tanpa terasa hari keempat pun datang juga, seperti biasa
aku menunggu Daman di pojok kelas, tanpa harus lama berdiri orang yang kutunggu
datang dengan senyumannya yang khas, tapi ntah kenapa aku melihat ada raut
wajah yang menampakkan kesedihan.
“Hari
terakhir nih Ta, berarti aku udah benar-benar dimaafinkan?”
“Iya,
udah kumaafin” Ujarku seraya naik ke atas motor Daman.
“Udah?
Pegangan ya!” Tanya Daman, aku hanya menggangguk.
Daman melajukan motornya meninggalkan sekolah
dengan pelan dan santai. Selama di perjalanan pun kami tetap bercanda gurau
melakukan kekonyolan berdua, sampai akhirnya kekonyolan kami terhenti dengan
sebuah pembicaraan yang lumayan serius, yang awalnya hanya sebuh kalimat yang
tak sengaja Daman lontarkan.
“Aku
masih ingin jadi ojek spesial buat kamu Ta, karena aku ngerasa nyaman jika
selalu di dekatmu” Ujar Daman tiba-tiba.
“Hm,
tapi cowok aku cemburu sama kamu Man, gara-gara kamu terlalu dekat sama kamu”
“Eh
kok gitu sih?”
“Gak
tahu juga aku Man, pokoknya dari malam kemarin dia marah-marah sama aku,
katanya dia bakal nyari kamu kalau kamu terlalu dekat dengan aku, pokoknya dia
tu cemburu banget sama kamu”
“Hahaa,
gak peduli aku Ta, kenal juga gak sama dia. Eh udah sampai nih Ta”
“Eh
iya, makasih ya Man, mau mampir gak?” Tawarku basa-basi kepadanya.
“Gak
usah den makasih Ta” Ujar Daman “Hm, naampaknya aku benar-benar suka sama kamu
deh, cepat putus ya dari cowok kamu sekarang”
Mendengar
omongannya itu aku hanya bisa tersenyum kepadanya seraya berkata, “Aneh kamu
itu De Plant”
“Kok
tahu nama kesayanganku?” Daman terkejut.
“Tu
di motor kamu ada tulisannya, mulai sekarang aku manggil kamu De Plant aja deh,
bolehkan?”
“Boleh
banget, hm,, aku juga manggil kamu Mahel ya?”
“Apa
tu?”
“Mata
behel maksudnya, hehhee” Daman kembali tertawa, dan kali ini aku tidak hanya
senyum tapi juga ikut tertawa bersamanya.
“Oke
deh” Jawabku singkat.
Dan
itulah saat-saat menyenang yang membuat aku semakin dekat dengan dia, cowok
yang aku benci awalnya, dan kini dia telah berubah menjadi teman dekatku, dan
hanya sebatas teman dekat, sampai waktu yang berbicara dan mengambil alih semua
skenarionya...
BERSAMBUNG,,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar