Jumat, 18 November 2011

dezenove part 4


                Hari ini hari keempat Adi pergi keluar kota bersama teman-temannya, dan udah empat hari perasaanku tentang Adi berkecamuk. Pesan yang kukirim jarang dibalasnya, dan yang paling naas lagi, teleponku juga tak pernah diangkatnya. Ada apa sebenarnya ini, lirih batinku. Seraya menghidupkan laptop kesayangan dan menunggu jaringan modemku untuk connect, aku memikirkan kemungkinan jawaban pertanyaan hatiku ini.
            “Pusing ah mikirin satu anak itu aja, mendingan aku buka facebook lagi” Ujarku mengetik keyword facebook di mbah google.
            Setelah menunggu beberapa menit akhirnya facebookku terbuka, dengan mengklik sana dan sini aku melihat pemberitahuan terbaru, tidak ada yang begitu spesial dan istimewa di sana, selalu seperti biasa, ya pemberitahuan yang biasa saja, like status, komenan status, kiriman dinding, undangan pertemanan, undangan acara, semua biasa saja dan membuat bosan. Sampai akhirnya aku kembali ke beranda melihat status-status teman dunia mayaku.
            Kubaca satu persatu status-status yang mewarnai berandaku, beranekaragam semuanya, ada yang sedang bahagia, bersedih, galau, atau pun tidak jelas maksud status mereka, membuat sedikit terhibur dengan status mereka, sesekali aku juga mengkomen status yang menarik perhatianku, namun semua itu hanya sebentar tiba-tiba tanpa tidak sengaja aku membaca sesuatu yang membuat hatiku terperanjat bukan main, ku ulang membaca sesuatu itu berharap hanya salah baca, tapi tetap tidak berubah, bagai disambar petir hatiku dibuatnya. Kekasih yang kucintai selama ini mengkhianatiku, kini dengan mata kepalaku sendiri aku membaca sebuah kiriman yang dikirim Adi kepada seseorang cewek yang tak ku kenal, aku bukannya tipe cewek yang protektif, aku juga tidak marah jika ia berbalas dinding dengan teman ceweknya manapun, tapi kali ini beda, dia memakai satu suku kata yang meremukkan hatiku, sayang. Itulah suku katanya.
            Dengan cepat kuraih handphoneku dan menelpon Adi. Sekali kutelepon, tak diangkat, dua kali, tiga kali, empat kali, dan akhirnya tuk kelima kalinya teleponku diangkatnya juga.
            “Ya” Ujarnya singkat.
            “Maksud kamu itu apa sih? Kamu gak sanggup lagi dengan hubungan ini? Mana janji kamu dulu? Ternyata kamu itu gak pernah berubah ya, setelah aku kasih kesempatan kedua kamu masih saja buat hal yang sama, mana hati nurani kamu? Sekarang intinya kamu itu mau apa? Lanjutin atau gak hubungan ini?” Tanyaku selayaknya rel kereta api yang tak putus-putus.
            “Apa sih yang kamu omongin?” Tanyanya tanpa merasa bersalah.
            “Kamu itu yang apa, apa maksud kamu bilang-bilang sayang ke cewek yang gak aku kenal di facebook?”
            “Yang mana?” Adi mulai gelagapan.
            “Lihat aja sendiri. Hm, itu gak penting, sekarang aku nanya gimana hubungan kita sekarang? Mau dilanjut atau gak?”
            “Terserah” Ujarnya singkat yang membuat aku naik pitam.
            “Ya udah kalau kamu gitu, sekarang kita putus, titik” aku segera mematikan handphoneku dan membantingnya ke atas kasur tepat di sampingku.
            Emosiku masih naik dan belum stabil, ingin rasanya menangis walau air mataku tak dapat mengalir jatuh. Kulihat di sisi kanan bawah facebookku, ku klik menu obrolan yang tertera jelas disana, kuperhatikan satu demi satu nama yang ada di sana, tanpa tak sengaja aku melihat sebuah akun yang sangat familiar di ingatanku, dengan cepatku klik nama itu dan memulai chatting dengannya.
            “Sakit ya ternyata diduain, dikhianatin gitu”
            “maksud kamu apa Mahel? Udah lama gak ketemu, sekali chat ngomongnya gitu” Balas Daman yang terheran di seberang sana.
            “Baru beberapa menit putus udah buat status berpacaran dengan cewek lain” Tambahku.
            “Siapa? Cowok kamu Mahel?”
            “Iya, siapa lagi kalau bukan dia”
            “Kurang ajar, enak aja dia buat gitu, dia kira anak orang boneka apa yang seenaknya dipermainkan gitu?” Ujar Daman kesal.
            “Nah, kok kamu yang ikut-ikutan kesal De Plant?” Tanyaku keheranan.
            “Gak tahu lah kenapa, pokoknya kesal. Gimana kalau kamu balas bikin status berpacaran juga?”
            “Dengan siapa?” Tanyaku kebingungan.
            “Iya ya, aku juga bingung gak tahu siapa orangnya” Daman berpikir “Gimana kalau dengan aku saja? Itu pun kalau kamu mau”
            “Boleh juga tuh”
            Dan akhirnya kami pun buat status berpacar saat itu juga, serentak status itu banyak yang mengomennya, dunia maya gempar dengan status hubungan kami, sampai-sampai Dila ngirim pesan ke aku yang pada akhirnya aku jelasin semua dari a sampai z dan Dila ngerti juga. Aku tidak tahu tanggal  berapa itu, toh juga cuma pacaran pura-pura.
            Skenario kami berhasil, aku dan Daman udah bisa membohongi orang-orang dengan berbalas dinding pakai kata sayang, saling komen-komenan dengan kata-kata sayang juga, pokoknya seperti gimana selayaknya orang berpacaran. Kini hatiku sudah tidak emosi dan hancur lagi, aku telah bahagia dapat membalas sakit hatiku walau tidak secara langsung.
            “Seperti aku banyak berhutang dengan Daman” Pikirku seraya tersenyum-senyum dan mengakhiri keasyikanku di dunia maya.
****
             Senandung azan maghrib mengalun syahdu, mengajak para penikmatnya tuk menghadap bersujud bersyukur kepada sang pencipta jagat raya, tampak cahaya senja mengkilap di langit kemerahan menambah suasana semakin syahdu saat itu. Kini hatiku tenang setelah membayar hutang akhirat, dengan perasaan lega kuberbaring di atas kasur, tak berselang lama handphoneku berbunyi pertanda ada pesan yang masuk.
            “Daman? Kenapa dia ya?” Tanya hatiku terheran dan membuka pesannya.
           
            Pengirim : Daman
            Dikirim   : 19-Juni-2011 18:35
            Malam Ta, langsung aja ya. Hm,, gimana kalau kita serius pacaran??
            Khan kamu udah gak ada cwok lagi,,

            Terkejut bukan main aku membaca pesan yang dikirim Daman, sekarang ini bukan masalah aku masih atau tidak ada lagi kekasih, tapi aku terikat dengan perkataan Dila yang tak boleh aku menjalin hubungan dengan Daman, karena dia tidak mau aku tersakiti lagi, dan Dila tahu Daman itu seperti apa orangnya. Dengan perasaan ragu kubalas pesan dia.

            Terkirim : Daman
            Dikirim   : 19-Juni-2011 18:43
            Malam juga Man, maaf ya sblumnya,,,
            Bukannya aku gak mau, pie kamu harus minta izin dulu dengan Dila,,,
            Alnya Dila gak suka dan gak setuju aku pacaran dengan kamu,,,
            Dengan sedikit gelisah aku menunggu balasan dari Daman, tak sampai lima menit handphoneku kembali bergetar, dengan cepat aku membukanya tak sabaran akan balasannya.

            Pengirim : Daman
            Dikirim   : 19-Juni-2011 18:45
            Gitu ya??
            Hmbb,, oke deh aku coba,,
            Kita teleponan aja ya, dikonfren gitu,,
            Bentar kutelepon Dila dulu,,

             Ku pun mengerti dan menunggu telepon dari Daman, sembari menunggu kubiarkan otakku menari-nari membayangkan kejadian yang mungkin akan terjadi selanjutnya, terkadang tersenyum sendiri, terkadang melamun sendiri. Sedetik kemudian soundtrack sheila on 7 mudah saja pun terdengar dari handphoneku, cepat-cepat kuangkat panggilan Daman.
            “Ya” Jawabku singkat.
            “Nah, udah ngumpulkan semua?”  Tanya Daman namun tak ada yang menjawab “Oke to the point aja ya, Dila aku mau minta izin ke kamu tuk jadiin Prita kekasih hati, di izinin gak?”
            “Hah, kamu mau pacaran dengan Prita? Gak, aku gak izinin, pokoknya gak, aku gak mau sahabatku sakit hati dipermainkan cowok” Bantah Dila.
            “Mohon kasih aku kesempatan sekali ini Dil, aku janji bakal ngebahagiain Prita, aku janji gak akan mempermainkannya seperti aku biasa mempermainkan cewek yang lain”
            Dila tetap diam tak mau tahu, sementara aku hanya sebagai pendengar mereka saja. Daman berkali-kali memohon dan merayu Dila.
            “Dil, tolong percaya aku dan kasih aku kesempatan kali ini aja, aku janji. Kalau memang kulanggar perjanjian ini terserah kamu mau apain aku”
            “....” Dila tetap diam tak bergeming, mungkin dia sedang berpikir.
            Lama sudah itu Daman pun ikut terdiam, tak ada yang bicara lagi. Nampaknya Daman menantikan sekali sebuah jawaban yang keluar dari mulut Dila itu.
            “Oke aku izinin” Ujar Dila singkat “Kupegang kata-katamu”
            Dila pun mematikan penggilannya dan membiarkan aku bersama Daman berdua tanpa sempat berterimakasih kepadanya.
            “Well, gimana sekarang?” Tanya Daman.
            Aku hanya diam tak menjawab pertanyaannya, jujur aku juga bingung harus bagaimana lagi
            “Ta, gimana sekarang?” Tanya Daman lagi.
            “Iya aku mau Man” Jawabku singkat, tak lupa pula bibirku tersungging sebuah senyuman.
            “Makasih ya Mahel sayang” Ujar Daman bahagia.
            “Iya”
                        Kulirik sebentar jam weker di meja belajarku, jam pooh kesayanganku itu telah menunjukkan jam sembilan belas lewat tiga puluh tiga menit, kini pandanganku beralih ke kalender yang ada di sebelah jam itu, dan kusadari hari ini tanggal sembilan belas.
                        “Serba sembilan belas” Bisik batinku tersenyum “Semoga awal yang baik”

BERSAMBUNG....,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar