Jumat, 18 November 2011

dezenove part 3


            Seseorang cowok yang sedang kebingungan celingak-celinguk di depan pagar rumahku, aku yang melihatnya hanya terheran-heran. Kuperhatikan dengan seksama postur tubuhnya, tak begitu asing di mataku, aku mencoba menebak siapa dia yang akhirnya membuat hatiku tergerak untuk mendekatinya.
            Dengan melangkah pelan aku berdeham seraya berkata, “Ehem, cari siapa ya?”
            Cowok itu pun berbalik dan tersenyum kepadaku, ya senyumannya yang begitu khas membuatku langsung tahu siapa dia.
            “Aku cari kamu Mahel” Ujar Daman, cowok yang mondar-mandir di depan pagarku.
            “Ayo masuk De Plant” Ajakku “Ada apa nyari aku?” seraya mempersilahkan duduk
            “Makasih” Ujar Daman duduk “Aku mau minta tolong dengan kamu, boleh gak?”
            “Minta tolong apa?”
            “Hm,, gimana ya? Gini, mudah sih, cuma minta tolong buat si Rika cemburu, dengan gitu mungkin ada kesempatan buat aku balikan lagi dengan si Rika”
            Aku terkejut dan bingung, “Gimana caranya? Gak mungkin aku pacaran denganmu, aku kan udah ada pacar De Plant”
            “Aman, gak pacaran kok, cuma dekat aja, walaupun kita udah dekat aku mau kita lebih dekat lagi apalagi di depan Rika, maukan?”
            Aku memutar otak memikirkan baik dan buruknya rencana itu sebelum menerimanya, sementara Daman menunggu keputusanku dengan harap-harap cemas, tak lama kemudian akupun memberi keputusannya seraya tersenyum, “Iya deh, iya. Aku tolongin”
            “Makasih ya Mahel” Ujar Daman, aku hanya mengangguk dan tersenyum.
            Dan sejak hari itu aku kembali dekat bahkan lebih dekat dengan Daman. Dia juga tak sungkan-sungkan menemaniku kemana saja dan menolongku mulai mengantarku tuk membeli peralatan tugas, jalan-jalan, dan untuk cek up behelku.
            Waktu berlalu begitu saja bagaikan air yang mengalir tenang di kebeningan sungai, hingga pembagian rapor pun tiba, dan usaha aku serta Daman hanya membuahkan kesia-siaan. Rika tetap tidak mau balikan dengan Daman, dan itu tidak penting bagiku karena yang penting bagiku hari ini adalah hasil perjuanganku selama beberapa hari yang lalu.
            Dengan kecemasaan yang sangat besar, aku memasuki gerbang sekolahku, di sana ada Daman yang enjoy tertawa bersama teman-temannya, aku mendekati mereka berharap kecemasan ini dapat hilang walau hanya sementara.
             “De Plant” Sapaku dari kejauhan.
            “Eh Mahel, ayo gabung” Ajaknya yang hanya ku isyratkan dengan anggukan.
            “Lagi pada ngomongin apa nih?”
            “Eh Prita, nih lagi ngomongin siapa aja yang gak naik” Ujar Adrian teman Daman.
            “Duh jangan ngomongin itu dong, jadi tambah cemas nih” Ujarku kembali cemas.
            “Haha, santai aja Mahel, aku yang tahu bakalan gak naik pun nyantai” Hibur Daman.
            “Nah tahu dari siapa kamu Plant?” Aku keheranan.
            “Gak tahu dari siapa-siapa, tapi udah ketebak aja”
            “Mana boleh gitu, harus optimis dong. Hm, ke kelas dulu ya. Ingat optimis” ujarku sambil berlalu, Daman hanya tersenyum sembari mengangguk kepadaku.
            “Oke deh Mahel” Ujar Daman sembari menyatukan telunjuk dan jempolnya membentuk sebuah lingkaran kecil.
            Aku berjalan menjauhi Daman dan Ardi menuju kelasku, sesampai di kelas pikiranku kembali galau, kucoba berbaur bersama sahabat-sahabatku yang alhasil mampu membuat hati ini kembali tenang, tak terasa tiba-tiba handphone yang kupegang berbunyi, kulirik monitornya, sebuah nama yang membuat kutenang hadir di saat tepat, di saat aku tengah membutuhkannya.
            “Assalamua’alaikum sayang” Jawabku, dan kini aku terhanyut bersama canda tawa dengan Adi kekasihku.
****
            “Haha, tukan Ad, udah kutebak aku gak bakal naik” Ujar Daman sembari membetulkan earphone miliknya.
            Sembari mendengar celotehan dia yang tak penting itu aku berjalan melewatinya dengan wajah yang kusut serta sedih, bagaimana tidak nilai di raporku benar anjlok dan jatuh, peringkatku sekarang jauh dari peringkat sebelumnya.
            Dengan keheranan Daman memanggilku sembari tersenyum, “Mahel, dapat peringkat berapa?”
            “Iya, gak dapat” Ujarku ketus tanpa melirik dia sepicing mata pun.
            Dan semua berakhir, ternyata hanya hari itulah aku dapat melihat senyuman Daman tuk terakhir kalinya, hanya hari itulah sapaan terakhirnya yang tertangkap oleh telingaku, dan hanya hari itulah terakhir kalinya aku mendengar canda gurau Daman serta tawa khasnya yang  nyaring, karena setelah hari itu takdir telah memisahkan kami, berdua antara aku dan Daman meski tak tuk selamanya...
Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar