Jumat, 04 November 2011

cerpen romantis "senja mendung"

,,Senja mendung,,


          Rerintikan hujan perlahan merembes di sela-sela batu nisan yang tertancap di atas sebuah gundukan tanah merah kering yang mulai membasah. Sebuah goresan nama “Teguh” masih terukir dengan jelas di atas batu nisan yang telah usang, seorang gadis berpayungkan hitam menangis di sampingnya, lilin-lilin merah mulai meleleh di atas kue tart yang telah ia buat, sembari senyum tertahan, gadis itu mulai meniup lilin-lilin yang sedang berpijar di tengah riuh angin yang bersemilir.
            “selamat hari jadi kita yang ke dua setengah tahun sayang” ucap Ririn, gadis yang tengah menangis itu.
            Ririn terdiam, sunyi, hening pagi itu. setengah tahun berlalu begitu saja, bagi Ririn semua yang telah ia lewati begitu hampa, tiada canda tawa, tiada senyuman manis dari kekasihnya. Sembari menghela nafas panjang, Ririn menutup kedua matanya membiarkan angin menyentuh pipinya, dedaunan berterbangan di sisi ia berada, ‘tuk kesekian kalinya bulir-bulir air mata Ririn kembali menetes, kini Ririn serasa tengah berada di setengah tahun yang lalu.
***
           
            Sembari termenung, Ririn menatap kosong layar notebook miliknya, pikiran Ririn kini melayang jauh, buku-buku berserakan tepat di sebelah ia berada, laporan kuliah yang ingin ia selesaikan kini terbengkalai, perlahan-lahan Ririn mulai mengetik serangkaian demi serangkaian kata yang beradu padu, membuat hatinya semakin merasakan rindu.
         
dulu kau hadir di setiap waktu, saat Ririn tersenyum, saat menangis, tangan mu yg selalu mengusapkan air mata Rin,setiap langkah Rin, selalu ada suport dari mu, jika Ririn salah , teguran mu yg lembut akan menyadarkan Rin, meski Rin keras kepala, saat Rin ingin ini, ingin itu, dgn sigap kau mencrinya untuk Rin, saat Rin merasa bosan, kau datang membawa cerita yang indah, bahkan setiap hari, kau habiskan wktu bersama Rin, kau selalu trsenyum pada stiap orang, senyum mu lah yg membuad Rin nyaman, dan tenang,kau yg selalu memberikan Rin perhatian, mengingatkan Rin makan dan istrhat, dan marah saat Rin sakiit, karena Rin tag mendengarnya.. Perhtianmu tag perna pudar, bahkan saat kau sakit lemah pun sempat".y, mengingatkan Rin ^jgn kcapek.an sygs^ :') mksi sygs.. Rin rindu semua itu, saat Rin nangis melhat k.adaan mu skrg, kau cma blg ^jgn nangis syang !^, bersemangaaadlah untuk kshatan mu, brtahanlah untuk Mama dan Papa yg selalu ada untukmu syangs, semua merindukan muu Teguh :')
Tiba-tiba, ringtone “semua tentang kita_peterpan” berdering membuyarkan semua lamunan Ririn, terlihat di layar handphone Ririn sebuah messages dari kekasihnya, dengan segera Ririn tersenyum dan membuka sebuah pesan itu.
Pengirim        : “ayaah caiiank”
Date                : 24 april 2011 10.23
Yyaaannk,,, J
Terkirim         :”ayaah caiiank”
Date                : 24 april 2011 10.25
.iya saiangt qu,, J J
,,kngen hah yaank..!!
Pengirim        : “ayaah caiiank”
Date                : 24 april 2011 10.28
Iya, kngen jga ayaah sma bunda,,
Sakit banget ayaah bun,,!!
Gak kuat lgi rsanya,,,,
Bun kpan jenguk ayaah,,??? L L
Terkirim         :”ayaah caiiank”
Date                : 24 april 2011 10.30
,.hikz,, iya saiangt,,,
,,ish lah, gak boleh ngmng gtu yaah,,
..ayaah psti bsa ngelwatinnya, berthan ya yaank,,!!
,,bunda kan sllu do’akn ayaah,,
..hm,, jnji deh bsok bunda jenguk ayah, skrg ayah istrahat y,,!!
,,jgn kcpekan,, okey,,??
,,Luph u saiiangt
Pengirim        : “ayaah caiiank”
Date                : 24 april 2011 10.33
Iya deh bun caiiank,,
Bund jga jgn kecapek’an ya,,,
Ayaah istrahat dlu,,
Luph u too yaank,,,!!!!!
            Ririn kembali meletakkan handphonenya di kasur dan mematikan notebook yang sedari tadi hidup, raut wajahnya yang mendung kini telah berubah menjadi secerah sang mentari bersinar, senyuman tak ia lepaskan dari bibir manisnya itu. Bergegas ia pejamkan matanya dan berharap esok kan datang secepat mungkin.
            Malam telah berganti pagi, mentari bersinar dengan cerahnya, secerah suasana hati Ririn saat ini, burung-burung berkicau dengan merdunya menambahkan suasana hati Ririn yang kian bersemangat.
            “Mbak” panggil Rifva, teman se-kost Ririn.
            “Eh Rifva, ada apa ya?”
            “Mbak mau kemana? Kok pagi-pagi udah rapi aja”
            Sembari tersenyum bahagia, “Iya neh Va, mbak mau ke Bandung jenguk Teguh”
            “Oh bang Teguh, masih sakit ya mbak? Ya udah, hati-hati di jalan mbak, salam buat abang ipar tersayang ya” Canda Rifva, Ririn hanya tersenyum lepas.
            “Pergi dulu ya Va, assalamualaikum” Ujar Ririn sembari membaca Basmalah dan mulai mengayunkan kakinya menuju ke tempat yang telah ia nanti-nantikan.
            Tak terasa tiga jam telah berlalu, Ririn pun sampai di rumah sakit Medistra, dengan hati yang berdebar-debar ingin segera bertemu, Ririn melangkahkan kakinya ke ruangan 111. Tepat di depan pintu ruangan kini Ririn berdiri, di bukanya perlahan pintu kamar itu terlihat olehnya sesosok wajah yang sangat ia rindukan tengah tersenyum kepadanya, air mata Ririn mulai meleleh dan tak dapat di bendung lagi.
            “Masuk nak” Ujar Mama Teguh
            “Iya ma” Ujar Ririn sembari masuk dan duduk di sisi Teguh.
            “Sayang, makasih ya udah sempat-sempat menjenguk, Teguh rindu banget sama Rin” Ujar Teguh tersenyum.
            Dengan sigap Ririn meraih genggaman tangan Teguh dan berkata, “Iya sayang, Rin juga udah rindu banget dengan Teguh”
            “Bun, udah dua kali nyawa ayah hampir pergi, do’akan ayah ya bun” Bisik Teguh yang membuat hati Ririn miris.
            “Huussh, ayah ini bicara apa sih? Percaya lah, ayah pasti bisa bertahan ‘tuk orang-orang yang sayang dengan ayah” Ucap Ririn menambahkan semangat Teguh “Udah makan yah?”
            “Belum bun, ayah maunya di suapin sama kekasih tercinta ayah”
            “Duh, mulai deh manjanya keluar. Ya deh Rin suapin ya” Teguh hanya mengangguk.
            Ririn beranjak dari tempat duduknya dan pergi mengambilkan bubur yang telah disediakan, dengan kasih sayang Ririn mulai menyuapi Teguh sesendok demi sesendok bak seorang ibu yang menyuapi anaknya.
            “ayo, buka mulutnya, aaaaaa...mmm” Iseng Ririn menyuapkan bubur itu ke mulutnya sendiri.
Teguh yang sudah membuka mulut dan menunggu suapan Ririn hanya tersenyum kecut, melihat raut wajah Teguh yang lucu Ririn pun tertawa lepas, berangsur-angsur Teguh ikut tertawa bersama Ririn, terlukis jelas nada kebahagiaan di wajah sepasang insan itu. Tanpa di sadari waktukan cepat berputar memisahkan mereka.
“Love you bunda Ririn, ayah selalu sayang dan cinta dengan bunda” Teguh tersenyum tulus.
“Iya ayah Teguh, Rin juga sayang dan cinta ayah, jangan pernah tinggalkan bunda ya yah”
            Detik demi detik waktu telah berputar, mengukir kenangan indah yang tak terlupakan, Ririn mulai membelai lembut rambut Teguh, hingga akhirnya Teguh tertidur di dalam belaian Ririn. Perlahan-lahan Ririn beranjak dan pergi meninggalkan Teguh yang tengah tertidur pulas, di langkahkan kakinya ke tempat Mama Teguh yang kini sedang duduk termenung.
            “Ma,” sapa Ririn
            Sembari menghapus air matanya, “Iya Rin”
            “Udah ma, jangan menangis lagi, Teguh pasti bisa sembuh, percaya aja” Ririn memeluk Mama Teguh.
            “Iya Rin, mama percaya, tapi setiap melihat Teguh, mama gak kuat menahan perasaan sedih ini”
            “Tenang aja ma, Ririn pasti akan selalu merawat dan menjaga Teguh”
            Tiba-tiba handphone Ririn berbunyi, dengan segera diangkatnya telepon dari Sari, Ririn mulai berbicara dengan nada khas lembut suaranya, awal-awalnya ia biasa saja, namun perlahan-lahan mimik wajahnya berubah menjadi muram, ia hanya dapat terdiam sampai akhirnya pembicaraan mereka berakhir. Mama Teguh yang melihat perubahan Ririn hanya bertanya sembari terheran ada apa sebenarnya yang telah terjadi.
            “Ma, maaf ya. Rin harus kembali ke Jakarta, besok Ririn ada ujian mendadak ma. Tapi, bagaimana dengan Teguh ma?” Lirih Ririn “Bagaimana jika Teguh bangun Rin udah gak ada di dekatnya? Pasti Teguh sedih dan kecewa ma”
            “Ririn, gak apa-apa kalau Ririn mau pulang sekarang, Teguh pasti ngerti kok, ntar mama jelasin semuanya ke Teguh” Ujar mama Teguh tersenyum.
            “Tapi ma,,”
            “Udah, gak apa-apa, Teguh pasti marah besar kalau Ririn gak ikut ujian besok”
            Ririn hanya terdiam, bimbang. Hatinya kini tengah bercabang antara meninggalkan kekasihnya atau menemani dan ikut berjuang bersama kekasihnya menghadapi kesakitan. Lama ia berpikir, akhirnya ia pun terpaksa meninggalkan Teguh dan pulang ke Jakarta.
            Sebelum pergi, Ririn membelai kembali rambut Teguh, dielusnya pipi Teguh, dan sebuah kecupan mendarat di kening Teguh, dengan air mata yang seakan ingin kembali terjun Ririn berjalan keluar kamar dan pergi meninggalkan Teguh, berharap bisa segera kembali dan menemani kekasihnya, walau tak ada satu pun yang mengira harapan itu kan sirna.
****
            Sore itu, cahaya senja menyinari ruangan yang kelabu, kegelapan menyelimuti ruangan yang hampa itu, tiada satu pun yang tahu, ruangan itu telah menjadi saksi bisu. Isak-isak tangis tak tertahan perlahan-lahan terdengar begitu jelas, membawa ironi yang mendalam bagi setiap yang mendengar, menyayat, memilukan hati.
            Dari kejauhan samar-samar terdengar suara hentakan langkah kaki yang tengah berpacu, semakin lama semakin jelas hentakan itu bagaikan melodi-melodi yang tengah menari di atas partitur.
            “Tegguuhh”
            Sebuah jeritan membuyarkan keheningan sore itu, seorang gadis berlari mendekati sebuah kasur tempat terakhir ia membelai rambut kekasihnya, gadis itu berteriak, memanggil nama kekasihnya berkali-kali, berharap kekasihnya mendengar dan terbangun, berharap semuanya itu hanya lelucon-lelucon jenaka yang tengah dimainkan kekasihnya itu, namun tubuh itu masih saja tetap terdiam seribu bahasa, tak tergubriskan sedikit pun, tubuh itu semakin pucat dan dingin. Semua usaha Ririn hanya membuahkan kesia-siaan belaka.
            “Ririn” Hibur mama Teguh, “Jangan menangis lagi, ikhlaskan Teguh, do’akan semoga dia bahagia dan tenang disana”
            Dengan mata yang sembab Ririn menatap mama Teguh, “Tapi ma, kenapa Teguh harus pergi disaat Ririn tidak ada didekatnya. Betapa bodohnya Ririn kemarin, kenapa Ririn begitu saja meninggalkan Teguh, sementara ia harus berjuang seorang diri melawan penyakitnya, seorang diri menghadapi saat-saat sakaratul mautnya menjemput, coba saja, coba saja kemarin Ririn tetap berada disini, mungkin Teguh masih ada tersenyum ‘tuk Ririn, ‘tuk kita semua” sesal Ririn.
            “Husst,, jangan berkata begitu Rin, ini telah suratan dia, Allah menjemputnya setelah berbulan-bulan ia harus menahan penyakit itu, biarkanlah dia tenang sekarang, dia pasti bahagia disana, lihatlah Teguh tersenyum disaat detik-detik terakhir ia berada di sisi kita, senyumannya mengukir sebuah harapan ‘tuk kita agar jangan bersedih. Lihatlah, lihatlah Rin”
            Ririn pun melihat kembali seonggok daging yang tak berdaya itu, walaupun dingin dan pucat Ririn merasa ada sebuah senyuman ikhlas yang terukir disana, sebuah kebahagiaan baru yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, Ririn kini mengerti walaupun hatinya tetap tidak mau mengerti.
 Untuk terakhir kalinya Ririn memeluk Teguh, membelai rambutnya, dan mengecup keningnya. Semilir angin kini bertiup riuh, tanpa sadar Ririn merasakan sebuah pelukan hangat seseorang yang ia sayangi, pelukannya hangat dan lama, seakan-akan tak ingin lepas dari pelukan itu. Air mata Ririn masih tetap mengalir, dan terus mengalir tiada henti, hanya satu yang bisa ia ucapkan, “selamat jalan kasih”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar